Rabu, 03 April 2013

Kehamilan Mola Hidatidosa


Kejadian Kehamilan Mola Hidatidosa

Kehamilan mola hidatidosa ditemukan pada wanita dalam masa reproduksi dan multiparitas. Kejadian kehamilan mola hidatidosa di rumah sakit besar Indonesia berkisar 1 dari 80 kehamilan. Sedangkan di negara barat prevalensinya adalah 1 : 200 atau 2000 kehamilan

Klasifikasi Kehamilan Mola Hidatidosa

Kehamilan mola hidatidosa dibagi menjadi tiga, yaitu:
  1. Mola hidatidosa lengkap;
  2. Mola hidatidosa parsial, dan
  3. Mola hidatidosa invasif.

Mola hidatidosa lengkap

Mola hidatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan membran, kromosom maternal haploid dan paternal 2 haploid.

Mola hidatidosa parsial

Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi hidropik dan normal, kromosom paternal diploid.

Mola hidatidosa invasif

Mola hidatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi miometrium, terdiagnosis 6 bulan pasca evakuasi mola.

Etiologi Kehamilan Mola Hidatidosa

Penyebab kehamilan mola hidatidosa antara lain faktor ovum, imunoselektif trofoblas, sosio ekonomi rendah, paritas tinggi, umur hamil ibu di atas 45 tahun, kekurangan protein, infeksi virus dan faktor kromosom.

Tanda dan Gejala Kehamilan Mola Hidatidosa

Kebanyakan wanita dengan kehamilan mola juga mengalami reaksi kehamilan seperti wanita hamil normal. Wanita dengan GTD mengalami perdarahan bercak coklat gelap pada akhir trimester pertama. Hipertensi dan hiperemesis akibat kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu. Inspeksi pada muka dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau disebut muka mola (mola face). Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan, tidak ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin, keluar jaringan mola.
Kadar hCG tinggi dan tiroksin plasma juga mengalami peningkatan. Pemeriksaan USG terdapat gambaran vesikular (badai salju) dan tidak terlihat janin.

Diagnosa Banding Kehamilan Mola Hidatidosa

Diagnosa banding dari kehamilan mola hidatidosa antara lain: kehamilan ganda, hidramnion atau abortus.

Komplikasi Kehamilan Mola Hidatidosa

Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan mola hidatidosa adalah:
  1. Perdarahan hebat sampai syok;
  2. Perdarahan berulang;
  3. Anemia;
  4. Infeksi sekunder;
  5. Perforasi karena tindakan dan keganasan, dan
  6. Keganasan apabila terjadi mola destruens/ koriokarsinoma

Penatalaksanaan Kehamilan Mola Hidatidosa

Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi.
  1. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan umum terlebih dahulu;
  2. Kuretase dilakukansetelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti;
  3. Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat kemungkinan terjadi keganasan;
  4. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar ?-hCG normal, dan
  5. Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.

Referensi

Errol, Norwitz. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: erlangga. Hlm: 70-71
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm: 47.
Linda, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hlm: 452-453
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm: 238-243.
Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika. Hlm: 525-533.
Image, biomedicum.ut.ee.

Selasa, 26 Juni 2012


KONSEP ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA
Oleh :Tasliyah Noor Ningtiyas
1.      Deskripsi singkat
Mata kuliah ini membahas tentang adaptasi bayi baru lahir, rawat gabung, pencegahan infeksi dan asuhan bayi 2-6 hari
2.      Manfaat
Dengan mempelajari konsep asuhan neonatus, bayi, dan balita mahasiswa diharapkan akan mampu memberikan asuhan kebidanan  pada neonatus yang secara benar mengingat bahwasanya kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian
3.      Sasaran belajar
Setelah mengikuti pertemuan ini, mahasiswa diharapkan akan mampu menjelaskan dan menerapkan konsep asuhan neonatus, bayi dan balita yang meliputi adaptasi bayi baru lahir, rawat gabung, pencegahan infeksi dan asuhan bayi 2-6 hari
4.      Penyajian
4.1. Adaptasi bayi baru lahir
Adaptasi bayi baru lahir adalah proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus . Kemampuan adaptasi fisiologis ini disebut juga Homeostatis.
Homeostatis adalah kemampuan mempertahankan fungsi fungsi vital, bersifat dinamis, dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan dan perkembangan, termasuk masa pertumbuhan dan perkembangan intrauterin (Muslihatun,2010).
Beberapa perubahan fisiologis yang dialami bayi baru lahir antara lain yaitu :
4.1.1.      Sistem pernapasan
Pernafasan pertama pada bayi normal terjadi pada waktu 30 detik pertama sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli, selain karena adanya surfaktan, juga karena adanya tarikan napas  dengan merintih sehingga udara bisa tertahan di dalam. Untuk  frekuensi dan dalamnya nafas belum teratur. Apabila surfaktan kurang, maka alveoli akan kolaps  dan paru paru kaku, sehingga terjadi atelektatis.
Dalam kondisi seperti ini (anoksia), neonatus masih dapat mempertahankan hidupnya karena adanya kelanjutan metabolisme anaerob  (Dewi, 2010).
4.1.2.      Suhu Tubuh
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami stress dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi.
Gambar 2.1. Mekanisme Hilangnya panas pada bayi baru lahir
Terdapat empat kemungkin  mekanisme yang dapat menyebabkan bayi kehilangan panas yaitu :
4.2.1.2.Konduksi
Konduksi adalah kehilangan panas dari objek hangat dalam kontak langsung dengan objek yang lebih dingin (Walsh, 2007).
Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda di sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi (pemindahan panas dari tubuh bayi ke objek lain melalui kontak langsung).
Sebagai contoh, konduksi bisa terjadi ketika menimbang bayi tanpa alas timbangan, memegang bayi saat tangan dingin, dan menggunakan stetoskop dingin untuk pemeriksaan bayi baru lahir  (Dewi, 2010).
4.2.1.3.Radiasi
Kehilangan panas melalui radiasi terjadi ketika panas dipancarkan dari bayi baru lahir keluar dari tubuhnya ke lingkungan yang lebih dingin (pemindahan panas antara 2 objek yang mempunyai suhu berbeda).
Contohnya, membiarkan bayi baru lahir dalam ruangan ber AC tanpa pemanas, membiarkan bayi baru lahir dalam keadaan telanjang, atau menidurkan bayi baru lahir berdekatan dengan ruangan yang dingin (Dewi, 2010).
4.2.1.4.Konveksi
Konveksi terjadi saat panas hilang dari tubuh bayi ke udara di sekitarnya yang sedang bergerak (jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan dan suhu udara).
Contohnya konveksi dapat terjadi ketika membiarkan atau menempatkan bayi baru lahir dekat jendela, atau membiarkan bayi baru lahir di ruangan yang terpasang kipas
4.2.1.5.Evaporasi
Adalah jalan utama bayi kehilangan panas. jika saat lahir tubuh bayi tidak segera dikeringkan dapat terjadi kehilangan panas tubuh bayi sendiri. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti.
Apabila bayi baru lahir diletakkan dalam suhu kamar 25°C, maka bayi akan kehilangan panas melalui konveksi, radiasi, dan evaporasi yang besarnya 200 kg/BB, sedangkan yang dibentuk hanya sepersepuluhnya saja  (Dewi, 2010)
4.1.3.      Metabolisme
Luas permukaan tubuh nonatus, relatif lebih luas dari orang dewasa sehingga metabolisme basal per kg BB akan lebih besar. Bayi baru lahir harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga energi  diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak.
Pada jam jam pertama energi didapatkan dari perubahan karbohidrat. Pada hari kedua, energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah mendapatkan susu kurang lebih pada hari ke enam, pemenuhan kebutuhan energy bayi 60% didapatkan dari lemak dan 40% didapatkan dari karbohidrat. (Muslihatun,2010).
4.1.4.      Sistem peredaran darah
Pada sistem peredaran darah, terjadi perubahan fisiologis pada bayi baru lahir, yaitu setelah bayi itu lahir akan terjadi proses penghantaran oksigen ke seluruh tubuh , maka terdapat perubahan, yaitu penutupan foramen ovale pada atrium jantung dan dan penutupan duktus arteriosus antara arteri paru dan aorta.
Perubahan ini terjadi akibat adanya tekanan pada seluruh sistem pembuluh darah, dimana oksigen dapat menyebabkan sistem pembuluh darah mengubah tenaga dengan cara meningkatkan atau mengurangi resistensi.
Perubahan tekanan sistem pembuluh darah dapat terjadi pada saat tali pusat dipotong, resistensinya kan meningkat dan tekanan atrium kanan akan menurun karena darah ke atrium berkurang yang dapan menyebabkan volume dan tekanan atrium kanan juga menurun. Proses tersebut membantu darah mengalami proses oksigenasi ulang, serta saat terjadi pernapasan pertama dapat menurunkan resistensi dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Kemudian oksigen pada pernapasan pertama dapat menimbulkan relaksasi dan terbukanya sistem pembuluh darah paru yang dapat menurunkan resistensi pembuluh darah paru.
Terjadinya peningkatan sirkulasi paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan, dengan meningkatnya tekanan pada atrium kanan  akan terjadi penurunan atrium kiri, foramen ovale akan menutup, atau dengan pernapasan kadar oksigen dalam darah akan meningkat yang dapat menyebabkan duktus arteriosus mengalami konstriksi dan menutup
Perubahan lain menutupnya vena umbilikus, duktus venosus, dan arteri hipogastrika dari tali pusat menutup secara fungsional dalam beberapa menit setelah tali pusat di klem dan penutupan jaringan fibrosa membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan ( Betz dan Sowden dalam Aziz, 2008).
4.1.5.      Keseimbangan air dan fungsi ginjal
Tubuh bayi baru lahir relatif mengandung lebih banyak air dan kadar natrium relatif lebih besar dari kalium karena ruangan ekstraseluler luas. Fungsi ginjal belum sempurna karna jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa, keseimbangan luas permukaan glomerolus dan volume tubulus proksimal, sertarenal Blood flow relatif kurang bila dibandingkan orang dewasa (Muslihatun, 2010).
Pada waktu lahir, terjadi perubahan fisiologik yang menyebabkan berkurangnya cairan ekstraseluler. Dengan ginjal yang makin matur dan beradaptasi dengan kehidupan ekstrauterin, ekskresi urin bertambah mengakibatkan berkurangnya cairan ekstraseluler (sebagai salah satu penyebab turunnya berat badan bayi baru lahir pada minggu minggu permulaan) (Saifuddin, 2006).
4.1.6.      Keseimbangan asam basa
Tingkat keasaman (PH) darah pada waktu lahir umumnya rendah karena glikolisis anaerobik. Namun, dalam waktu 24 jam, neonatus telah mengkompensasi asidosis ini (Dewi, 2010).
4.2. Rawat gabung
Gambar 2.2. Rawat Gabung
4.2.1.      Pengertian rawat Gabung
Rawat gabung adalah cara perawatan ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya.
Dengan kata lain rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan bayi bersama sama atau pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu waktu atau setiap saat ibu tersebut dapat menyusui bayinya.
4.2.2.      Pembagian Rawat Gabung
Menurut sifatnya, rawat gabung dibedakan menjadidua yaitu:
Ø  Rawat gabung kontinu, yaitu bayi berada disamping ibu terus menerus.
Ø  Rawat gabung intermitten, yaitu bayi hanya sewaktu waktu saja bersama ibu, misalnya pada saat akan menetek saja.
4.2.3.      Tujuan rawat gabung secara umum
Tujuan rawat gabung secara umum yaitu :
Ø   Membina hubungan emosional antara ibu dan bayi
Ø  Meningkatkan penggunaan ASI
Ø  Pencegahan infeksi dan
Ø   Pendidikan kesehatan bagi ibu.
Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar yang dilakukan oleh petugas.
4.2.4.      Syarat dilakukannya rawat gabung
Adapun Syarat dilakukannya rawat gabung antara lain yaitu :
Ø  Bayi lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong
Ø  Apabila bayi lahir dengan tindakan, rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat
Ø  Refleks menghisap baik.
Ø  Tidak ada tanda tanda infeksi dll.
Ø  Apabila bayi lahir dengan seksio sesarea dengan pembiusan umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu sadar dan bayi tidak mengantuk. ,4-6 jam setelah operasi usai.
Ø  Nilai APGAR >7
Ø  Umur kehamilan ≥37 minggu
Ø  Berat lahir ≥2.500 gram
Ø  Tidak terdapat tanda tanda infeksi intrapartum
Ø  Bayi dan ibu dalam keadaan sehat.
4.2.5.      Kontraindikasi Rawat Gabung
Dari ibu:
Ø  Kardiorespirasi tidak normal ( ibu ibu dengan Compensatio cordis tingkat III tidak dianjurkann menyusui)
Ø  Pascaeklamsi kesadaran belum baik.
Ø  Infeksi akut(tuberkulosis aktif), Hepatitis, HIV/AIDS, citomegalovirus (CMV), herpes, kanker payudara, dan psikosis.
Dari bayi:
Ø  Bayi kejang/ kesadaran menurun
Ø  Penyakit jantung/paru berat
Ø  Bayi yang memerlukan perawatan khusus/pengawasan intensif
Ø  Bayi dengan cacat bawaan tidak mampu menetek
4.2.6.      Manfaat rawat gabung
Manfaat rawat gabung antara lain :
4.2.6.1.Aspek fisik
ü  Mengurangi kemungkinan infeksi silang dari pasien lain atau petugas.
ü  Dengan menyusui dini kolostrum dapat memberikan kekebalan.
ü  Ibu dengan mudah dapat mengetahui perubahan perubahan yang terjadi pada bayinya  karena setiap saat dapat melihat bayinya.
4.2.6.2.Aspek Fisiologis
ü  Terjalin proses lekat akibat sentuhan badaniah antar ibu dan bayinya
ü  Bayi merasa terlindungi
4.2.6.3.Aspek edukatif
Ibu mempunyai pendidikan dan pengalaman yang berguna sehingga mampu menyusui serta merawat bayinya.
4.2.6.4.Aspek ekonomi
Penghematan anggaran dan pengeluaran untuk pembelian susu buatan.
4.2.6.5.Aspek medis
Menurunkan terjadinya infeksi nosokominal juga menurunkan angka morbiditas dan mortalitas(Muslihatun, 2010).